BGN

Strategi BGN Jangkau Wilayah Terpencil Lampung Secara Efektif

Strategi BGN Jangkau Wilayah Terpencil Lampung Secara Efektif
Strategi BGN Jangkau Wilayah Terpencil Lampung Secara Efektif

JAKARTA - Badan Gizi Nasional (BGN) tengah menyiapkan skema layanan khusus untuk Satuan Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Provinsi Lampung. 

Upaya ini bertujuan memastikan distribusi makanan bergizi bagi penerima manfaat tetap berjalan lancar, termasuk di daerah yang belum memiliki SPPG mandiri.

Direktur Wilayah I Deputi Penyediaan dan Penyaluran BGN, Wahyu Widistyanta, menjelaskan bahwa pelatihan bagi penjamah makanan menjadi bagian dari program BGN Road to Zero Gistik. Bimbingan teknis ini dirancang untuk mencegah keracunan dan memastikan makanan tidak basi saat distribusi. 

“Peserta dibekali cara memilih bahan pangan yang baik, menyimpan, mengolah hingga memproses makanan menjadi hidangan bergizi. Selain itu, juga diajarkan manajemen waktu agar makanan tiba tepat sasaran,” ujar Wahyu.

Sertifikasi SLHS dan Standar Kualitas

BGN mulai menerapkan sertifikasi SLHS (Segel Layak Higienis dan Sanitasi) bagi seluruh SPPG. SPPG yang tidak memenuhi standar akan dihentikan sementara hingga persyaratan terpenuhi. Jika dalam jangka waktu tertentu masih belum memenuhi standar, izin operasional akan dicabut permanen. Langkah ini dilakukan untuk menjamin keamanan dan kualitas makanan yang diterima masyarakat.

Menurut Wahyu, Lampung termasuk provinsi dengan akselerasi tercepat dalam penyiapan SPPG di Sumatera. Dari target yang ditetapkan, kesiapan operasional di Lampung telah mencapai 82 persen. 

Secara nasional, BGN mencatat dari 1,4 miliar porsi makanan yang telah disalurkan sejak awal program, hanya terjadi 8.000 kasus gangguan kurang dari 0,01 persen dari total distribusi sehingga Presiden menilai program berjalan efektif. 

“Di Lampung, tingkat kasus masih lebih rendah dibanding provinsi lain,” jelas Wahyu.

Inovasi SPPG 3T untuk Wilayah Terpencil

Untuk menjangkau daerah terpencil, BGN menyiapkan SPPG 3T dengan desain dapur lebih kecil dibanding SPPG reguler. Jika dapur standar berukuran 20x20 meter, SPPG 3T dibangun dengan layout sekitar 10x15 meter dan mampu melayani maksimal 1.000 penerima manfaat. 

Penyesuaian ini memungkinkan distribusi makanan bergizi tetap berjalan meski di lokasi dengan keterbatasan fasilitas dan tenaga kerja.

Secara nasional, BGN menargetkan 4.770 titik percepatan SPPG 3T. Batasan kapasitas terbaru per 11 November mengatur bahwa dapur SPPG hanya boleh menyiapkan maksimal 3.000 porsi per hari, dengan nilai sewa porsi Rp 2.000 dikalikan jumlah penerima manfaat. Langkah ini diambil agar pengelolaan dapur tetap efisien dan tidak menimbulkan pemborosan bahan pangan.

Kolaborasi Lintas Sektor

Wahyu menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, terutama dengan pemerintah daerah. “Kolaborasi antara BGN, Dinas Kesehatan, dan instansi terkait sangat penting untuk memastikan distribusi makanan berjalan lancar, terutama di daerah terpencil yang sulit dijangkau,” ujarnya. 

Pemetaan wilayah, logistik transportasi, dan kesiapan tenaga penjamah makanan menjadi faktor penentu kesuksesan program MBG di Lampung.

Selain itu, BGN mendorong keterlibatan masyarakat dan kader posyandu dalam produksi bahan pangan. Langkah ini meliputi beternak ayam, menanam sayuran, dan buah-buahan untuk mendukung ketersediaan bahan baku. 

“Dengan pendekatan ini, keberlanjutan program lebih terjamin dan masyarakat memiliki peran aktif dalam penyediaan pangan bergizi,” tambah Wahyu.

Penyediaan Bahan Pangan dan Menu Bergizi

BGN juga menyiapkan kelompok kerja untuk penyiapan bahan baku, termasuk kerja sama dengan petani lokal agar pasokan tetap stabil dan harga wajar. 

Hal ini penting karena lonjakan permintaan bahan pangan dapat memengaruhi harga pasar. Program ini menekankan pentingnya distribusi makanan bergizi bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui secara rutin.

Kementerian Sosial bahkan mengusulkan agar program diperluas untuk lansia dan difabel. Presiden telah menyetujui pengembangan tersebut, menandakan komitmen pemerintah dalam menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi.

Target Nasional dan Capaian Lampung

BGN menargetkan 5.000 SPPG siap beroperasi pada 2025, sehingga seluruh penerima manfaat dapat menerima makanan bergizi secara penuh menjelang akhir tahun. Lampung menjadi salah satu provinsi prioritas karena akselerasi pembangunan SPPG di wilayah ini tergolong cepat dibandingkan provinsi lain.

Pelaksanaan sertifikasi SLHS juga berjalan paralel, di mana dari 14 ribu lebih SPPG yang sudah beroperasi di Indonesia, sekitar 4.590 telah mengajukan permohonan SLHS, dan 1.218 SPPG sudah mendapatkan sertifikasi. 

Kemenkes melaporkan kendala utama berupa bakteri e-coli pada air dan pemenuhan persyaratan fisik Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

Pendekatan Komunitas dan Keberlanjutan Program

Program MBG tidak hanya fokus pada distribusi makanan, tetapi juga melibatkan komunitas lokal dalam penyediaan bahan pangan. Keterlibatan ini menjamin keberlanjutan program, sekaligus menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat. 

Pendekatan ini diharapkan menjadi model bagi provinsi lain dalam mempercepat distribusi makanan bergizi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dengan strategi matang, pemantauan ketat, sertifikasi SLHS, dan kolaborasi lintas sektor, BGN optimistis bahwa program MBG dapat berjalan efektif di Lampung. 

Provinsi ini diharapkan menjadi benchmark bagi program serupa di seluruh Indonesia, memastikan seluruh masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di wilayah 3T, mendapatkan hak gizi secara merata.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index