JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap eksplorasi migas di Indonesia mengalami perubahan signifikan.
Temuan gas bumi kini mendominasi hasil eksplorasi, membuka peluang strategis bagi negara untuk memperkuat ketahanan energi sekaligus menopang pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, menekankan bahwa meningkatnya porsi gas bumi merupakan langkah positif bagi strategi energi nasional.
“Dominasi temuan gas bumi menjadi peluang strategis untuk memastikan kecukupan pasokan energi sekaligus mendukung agenda transisi energi,” ujar Komaidi.
Beberapa temuan gas berskala besar yang dicatat ReforMiner antara lain Layaran-1 di South Andaman (6 TCF), Timpan-1 di Andaman II (5–6 TCF), Geng North-1 di North Ganal (5 TCF), dan South CPP (87,09 BCF). Dengan tambahan temuan ini, total cadangan gas terbukti dan potensial Indonesia mencapai 51,98 TCF hingga Juni 2025.
Hilirisasi Gas dan Dampak Ekonomi Luas
Gas bumi kini menjadi komponen energi fosil paling relevan dibanding minyak dan batu bara, khususnya dalam mendukung ekonomi hijau dan pasokan energi bersih.
Industri hulu gas memberikan dampak ekonomi besar, terkait dengan 113 dari 185 sektor ekonomi, serta menghasilkan multiplier effect hingga 6,56 kali dari nilai investasi.
“Keterkaitan industri hulu gas dengan berbagai sektor mempertegas posisinya sebagai pilar ketahanan ekonomi,” jelas Komaidi.
Selain itu, pemanfaatan gas bumi juga dapat menekan beban subsidi dan impor LPG. Kementerian Keuangan mencatat subsidi LPG lima tahun terakhir mencapai sekitar Rp 453 triliun, sementara devisa impor LPG mencapai Rp 64 triliun per tahun.
Program jaringan gas rumah tangga diproyeksikan mampu menekan impor hingga 400.000 metrik ton atau 6,15 persen, sekaligus menghemat subsidi sekitar Rp 2,68 triliun.
Proyek Hilirisasi Dukung Pasokan Gas Domestik
Permintaan gas juga meningkat dari proyek hilirisasi strategis, seperti PIM III, Pusri III, GRR Tuban, Amurea PKG, pabrik methanol Bojonegoro, petrokimia Masela, serta produksi ammonia dan blue ammonia di Papua Barat. Total kebutuhan gas untuk proyek tersebut diperkirakan mencapai 1.078 MMSCFD.
ReforMiner menekankan bahwa manfaat hilirisasi akan optimal jika bahan baku gas berasal dari produksi domestik. Dalam industri petrokimia, penggunaan gas lokal dapat meningkatkan multiplier effect hingga 5,28 kali dibanding menggunakan gas impor.
Dalam bauran energi nasional hingga akhir 2024, porsi gas bumi mencapai 16,69 persen. Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional, porsi ini diproyeksikan berada pada 14,4–15,4 persen pada 2030 seiring meningkatnya kebutuhan industri dan rumah tangga.
Surplus Gas Bumi dan Kontribusi Penurunan Emisi
Berdasarkan Neraca Gas Kementerian ESDM (2025), produksi gas nasional diproyeksikan meningkat dari 5.777 MMSCFD pada 2025 menjadi 10.241 MMSCFD pada 2035. Dengan kebutuhan domestik sekitar 5.751 MMSCFD, Indonesia diperkirakan memiliki surplus pasokan sekitar 4.490 MMSCFD.
Gas bumi juga berperan dalam penurunan emisi GRK menuju target Net Zero Emission 2060. ReforMiner menyebut konversi 50 persen konsumsi minyak bumi dan batu bara ke gas bumi dapat menurunkan emisi hingga 159,51 juta ton CO2e. “Pemanfaatan gas menawarkan keseimbangan antara daya beli masyarakat dan target penurunan emisi,” ujar Komaidi.
Pembenahan Industri Gas untuk Maksimalkan Peluang
Komaidi menekankan bahwa dominasi temuan gas perlu diikuti dengan pembenahan industri gas nasional. “Kebijakan yang mempercepat pembangunan infrastruktur, memberi kepastian investasi, memperkuat akses pasar, dan menetapkan harga yang proporsional sangat diperlukan,” tegasnya.
Pertamina Hulu Energi (PHE) juga menegaskan komitmen memperkuat produksi gas dari kawasan timur Indonesia, bagian dari strategi Subholding Upstream Pertamina untuk menjamin pasokan energi domestik.
Strategi PHE dalam Memperkuat Pasokan Gas
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PHE, Rachmat Hidajat, menyampaikan dalam Forum Group Discussion bertema “Strategi Penguatan Sektor Gas Bumi di Indonesia” bahwa potensi gas di wilayah terpencil masih besar. Namun, pasar domestik di kawasan timur belum optimal terbentuk.
“Pekerjaan rumah kita saat ini adalah pasar domestik gas belum terbentuk di wilayah Indonesia bagian timur,” jelas Rachmat.
Untuk menjawab tantangan ini, PHE menyiapkan tiga fokus strategi: memprioritaskan pemenuhan pasar domestik, mengoptimalkan proyek besar, serta mengembangkan lapangan stranded dan marginal melalui sinergi, integrasi infrastruktur, dan teknologi maju.
Rachmat menekankan perlunya dukungan fiskal yang atraktif, kemudahan perizinan, dan skema komersialisasi fleksibel agar eksplorasi dan produksi gas bisa dipercepat.
“Pertamina sangat aktif melakukan pengeboran dan mencari proyek-proyek baru untuk mendorong produksi dan mempertahankan performa,” pungkasnya.