JAKARTA - Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, perhatian publik tertuju pada capaian pemerintah dalam mengendalikan harga pangan, khususnya komoditas beras yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
Di tengah situasi global yang tidak menentu dan tekanan inflasi akibat perubahan iklim, Perum Bulog mengklaim bahwa harga beras nasional tetap stabil sepanjang tahun pertama masa kepemimpinan Prabowo–Gibran.
Menurut Bulog, keberhasilan menjaga kestabilan harga beras merupakan hasil kerja sama lintas sektor, mulai dari penguatan pasokan dalam negeri hingga distribusi yang lebih efisien.
“Dinamika harga beras di tahun ini masih dalam rentang yang stabil,” ujar Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arwakhudin Widiarso atau Wiwiet.
Pernyataan tersebut menjadi konfirmasi atas data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), yang mencatat bahwa sebanyak 190 kota/kabupaten di Indonesia mengalami penurunan harga beras pada pekan kedua Oktober 2025.
Berdasarkan laporan BPS, pergerakan harga beras justru memberikan andil dalam menekan inflasi nasional yang sempat meningkat pada awal tahun.
Bulog Salurkan 537 Ribu Ton Beras SPHP
Wiwiet menjelaskan bahwa sejak awal tahun hingga 22 Oktober 2025, Bulog telah menyalurkan sekitar 537.000 ton beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Program tersebut menjadi salah satu strategi utama pemerintah dalam menjaga harga beras di tingkat konsumen agar tidak melampaui batas kewajaran.
Selain fokus pada penyaluran beras SPHP, Bulog juga menuntaskan target penyerapan gabah dan beras dalam negeri sesuai dengan mandat pemerintah.
“Untuk penugasan penyerapan gabah/beras dalam negeri pada Juni 2025, Bulog telah mencapai target penugasan penyerapan dari pemerintah, yaitu 3 juta ton setara beras,” jelas Wiwiet.
Pencapaian ini menjadi bukti bahwa Bulog tidak hanya menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen, tetapi juga melindungi petani dari gejolak harga jual di pasaran.
Melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Bulog menyerap gabah hasil panen gadu panen kedua di tahun untuk memastikan harga di tingkat petani tetap kompetitif dan menguntungkan.
Langkah Kolaboratif Lintas Kementerian
Meski hasil kerja Bulog menunjukkan capaian positif, Wiwiet menegaskan bahwa tantangan menjaga stabilitas harga beras masih besar.
Menurutnya, kunci keberhasilan ke depan adalah memperkuat kolaborasi lintas kementerian dan lembaga dalam memastikan ketersediaan stok dan efisiensi distribusi pangan nasional.
“Ke depan, fokus pemerintah adalah memastikan ketersediaan stok nasional dan efisiensi distribusi pangan dengan memperkuat koordinasi lintas kementerian/lembaga/instansi,” ujarnya.
Koordinasi tersebut menjadi penting mengingat rantai pasok beras Indonesia masih menghadapi sejumlah hambatan, mulai dari logistik, distribusi, hingga sistem pendataan yang belum sepenuhnya digital.
Wiwiet menyebut, kebijakan ini bertujuan agar stabilitas harga di tingkat konsumen tetap terjaga, sementara petani juga terlindungi dari penurunan harga di musim panen raya.
“Bergerak bersama dalam menjaga stabilisasi harga pangan di tingkat konsumen dan perlindungan harga di tingkat petani,” tuturnya menegaskan.
YLKI: Harga Beras di Lapangan Masih Tinggi
Namun, di sisi lain, pandangan berbeda datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga tersebut menilai masih terdapat anomali harga beras di lapangan, meskipun pemerintah menyatakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog melimpah.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menyebut pihaknya menerima banyak aduan dari masyarakat terkait lonjakan harga pangan, terutama beras. “Konsumen mengeluhkan harga pangan yang semakin mahal, terutama beras,” kata Niti.
Menurut Niti, terdapat ketidaksesuaian antara kondisi di lapangan dan pernyataan resmi pemerintah mengenai ketersediaan stok beras. Ia menilai, apabila stok melimpah, seharusnya harga di pasar tidak mengalami kenaikan signifikan.
“Stabilitas harga pangan memang menjadi tanggung jawab pemerintah terutama pada kepemimpinan Pak Prabowo—Gibran. Harga beras haruslah terjangkau bagi seluruh kelompok masyarakat karena itu adalah kebutuhan primer,” tegasnya.
YLKI juga mengingatkan bahwa pengendalian harga pangan tidak hanya berbicara soal pasokan, tetapi juga menyangkut aspek tata kelola dari hulu hingga hilir. Menurutnya, permasalahan harga yang tinggi menandakan masih lemahnya koordinasi dalam pengelolaan produksi, cadangan, dan distribusi beras.
“Terjadinya kenaikan dan kelangkaan beras menandakan bahwa tata kelola beras dari hulu hingga hilir masih belum optimal,” pungkas Niti.
Kritik sebagai Cermin Evaluasi Kebijakan
Pernyataan YLKI ini menjadi refleksi penting bagi pemerintah. Meski secara makro harga beras dinyatakan stabil, pengalaman di lapangan menunjukkan masih ada kesenjangan dalam distribusi dan keterjangkauan harga di beberapa daerah.
Pengawasan rantai distribusi, terutama di tingkat pedagang dan pengecer, perlu diperkuat untuk mencegah spekulasi harga yang dapat merugikan konsumen.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebijakan subsidi dan program SPHP benar-benar tepat sasaran, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah bisa menikmati beras dengan harga terjangkau.
Transparansi data pangan, mulai dari jumlah stok hingga titik distribusi, menjadi aspek krusial dalam menjaga kepercayaan publik terhadap kebijakan stabilisasi pangan nasional.
Perlu Langkah Jangka Panjang untuk Ketahanan Pangan
Sejumlah pengamat menilai bahwa menjaga stabilitas harga beras tidak cukup dilakukan melalui kebijakan jangka pendek.
Pemerintah perlu memperkuat ketahanan pangan nasional melalui pembangunan infrastruktur pertanian, peningkatan produktivitas petani, serta inovasi teknologi dalam sektor hulu pertanian.
Dalam konteks ini, Bulog berperan strategis sebagai lembaga yang tidak hanya menjalankan penugasan pemerintah, tetapi juga memastikan sistem logistik beras nasional berjalan secara efisien.
Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha diharapkan dapat memperkuat rantai pasok serta mengurangi ketimpangan harga antarwilayah.
Pemerintahan Prabowo–Gibran juga diharapkan memperkuat cadangan pangan strategis nasional untuk menghadapi kemungkinan krisis pasokan akibat faktor iklim atau gejolak global. Upaya menjaga keseimbangan antara kepentingan petani dan konsumen menjadi tantangan utama dalam mewujudkan kemandirian pangan.
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: Capaian dan Catatan
Setahun perjalanan pemerintahan Prabowo–Gibran menunjukkan hasil yang beragam dalam konteks pangan. Di satu sisi, Bulog berhasil menjaga stabilitas harga beras dengan realisasi penyerapan gabah dan penyaluran SPHP yang memenuhi target.
Namun di sisi lain, masukan dari YLKI menunjukkan bahwa persepsi di tingkat masyarakat masih perlu diperbaiki melalui kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data riil di lapangan.
Dengan sinergi antarinstansi, transparansi kebijakan, dan penguatan pengawasan distribusi, pemerintah berpeluang besar memperkuat fondasi ketahanan pangan nasional.
Keberhasilan dalam menjaga harga beras tidak hanya menjadi indikator ekonomi, tetapi juga ukuran nyata terhadap kesejahteraan rakyat di tahun-tahun mendatang.